Mari sekilas menilik MARKUS dan Mafia Hukum yang ada di Negara tercinta Indonesia ini.
Markus (Makelar Kasus) kata yang tidak asing lagi di telinga warga Negara Indonesia. yang mencoba dan berupaya mempengaruhi Penegak Hukum yang sedang menanggani suatu kasus. Oleh karenanya markus ini menjadi lapangan pekerjaan yang sangat menjanjikan rejekinya.
Markus adalah orang yang bukan penegak hukum namun ia mempunyai hubungan baik dan memiliki akses luas dengan aparat/ pejabat yang sedang menangani kasus tersebut dengan beberapa janji-janji manis di antaranya: 1) Dapat mengkondisi dari pasal yang dijerat, yang seharusnya pasal berat dibuat ke pasal ringan; 2) Kalau terlanjur ditahan dan harus ke Pengadilan, maka mengondisikan BAP dan saksi agar tidak terbukti, dan dapat diputus bebas; 3) Dapat meredam perkaranya tidak sampai ke Pengadilan; 4) Dapat mengeluarkan tersangka dari tahanan; 5) Meringankan putusan; 6) Kalau terlanjur ditahan dan harus ke Pengadilan, maka mengkondisikan BAP dan saksi agar tidak terbukti, dan dapat dituntut bebas, dan masih banyak lagi janji-janji mereka.
Di samping hal ini markus pada umumnya juga bisa dilakukan oleh Penegak Hukum itu sendiri dengan cara berkoordinasi ataupun menggunakan perantara orang lain baik secara implisit maupun secara eksplisit.
Sehingga dalam waktu proses hukum yang terjadi adalah menguntungkan orang-orang tertentu dengan memberi suap berupa imbalan kepada para penegak hukum yang mana perbuatan tersebut sangat merugikan para pencari keadilan yang seharusnya menerima keadilan sampai mereka mengorbankan orang yang seharusnya tidak bersalah menjadi bersalah (sebagai tumbal hukum).
Sedang Mafia hukum di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik, dimana sistem dan budaya penegakan hukum yang dijalankan oleh para Penegak Hukum, memberikan peluang untuk diselewengkan, secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat dijual belikan, tergantung siapa yang memesannya (Justice by Order). Hukum dan keadilan dapat dibeli oleh mereka orang-orang berduit, sehingga ia menjadi barang mahal di negeri ini, sedangkan bagi rakyat miskin yang tidak berduit mereka tidak sepenuhnya menerima keadilan karena haknya sudah dikebiri oleh para mafia hukum dan apparat penegak hokum yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu indikator yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” yang terjadi hampir disemua birokrasi dan stratifikasi sosial, sehingga telah menjadikan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, baik markus maupun mafia peradilan hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dari pidato-pidato kosong belaka.